Senin, 03 Januari 2011

Proses Belajar Menulis


Bismillah…

Sudah begitu banyak para penulis yang menuangkan ide dan gagasannya dalam sebuah tulisan beribu-ribu tahun silam sampai saat ini. Dan lautan ilmu yang ada di alam semesta ini takkan pernah habis-habisnya jika dituangkan ke dalam tulisan, berapa puluh ribu lembar pun kita mengeksploitasi ilmu pengetahuan yang ada di langit dan di bumi tak akan ada kata cukup, karena ilmu selalu bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman.

Saya hanyalah seorang pemula dalam dunia penulisan. Menurut saya tak ada kata final dalam mengasah kemampuan menulis, setiap orang akan selalu belajar mencari bentuk yang sesuai dengan keyakinan, bidang keilmuan, karakter kepribadian,  minat, bakat,  dll…yang mengkristal dalam diri mereka.

Ketika saya mulai kembali mengasah kemampuan menulis beberapa bulan belakangan ini setelah sekian lama absen dari dunia penulisan, ada beberapa kendala yang sering saya temui dalam proses belajar menulis yang notabene saya baru merupakan seorang pemula yang mulai mencari-cari bentuk dalam dunia penulisan, salah satu kendala yang sering menghinggapi tulisan saya adalah Ketidak-telitian.
  • Terkadang setelah selesai menulis dan melihat pratinjau di blog, tulisan itu siap untuk diterbitkan. Setelah terbit saya mencoba membaca ulang kembali... ternyata saya menemukan banyak kesalahan dalam pengetikan. Dan saya mencoba mengeditnya kembali. Hal itu terjadi berulang-ulang, dan akhirnya saya mulai berhati-hati dalam mengetik dan mengedit.
  • Pernah suatu kali iseng-iseng saya membaca kembali tulisan yang pernah saya tulis baik di blog maupun di catatan fb... setelah membaca kata per kata, kalimat per kalimat, paragraf per paragraf terkadang saya mulai menemukan kata-kata yang makna katanya kurang mengena, dan akhirnya saya mulai mencari kata-kata yang makna katanya lebih halus dan menyentuh hati.
  • Bahkan suatu kali ketika saya sedang asyik-asyiknya mengetik tulisan di catatan fb melalui handphone yang satu tombol keypad-nya saja terdiri dari 3-4 huruf berjejer dan jika saya ingin mengetik huruf ’S’ maka saya harus menekan keypad 4 kali. Awalnya tangan saya terasa agak kaku, namun lama-lama saya mulai terbiasa dan mulai menikmati bergelut dalam dunia penulisan.
  • Yang lebih menguji kesabaran lagi, ketika saya sedang asyik-asyiknya mengetik di handphone, eh...ternyata handphone saya low battre. Huft... saya mulai menyemangati diri sendiri jika saya bisa menuliskan beberapa paragraf sebelumnya maka saya harus bisa menulis ulang kata per kata, kalimat per kalimat, paragraf per paragraf agar lebih baik dari sebelumnya.      
Namun bagi saya itulah proses belajar, seperti halnya seorang bayi yang baru belajar berdiri. Pada awalnya ia memulai belajar berpindah tempat dengan merangkak, lalu mencoba-coba untuk berpegangan pada orang-orang terdekatnya agar ia dituntun untuk berjalan, akhirnya selang beberapa waktu kemudian ia mencoba melepaskan tangannya dari orang-orang yang menuntunnya, dan berusaha berpijak pada kakinya sendiri meskipun sesekali ia harus terjatuh karena kehilangan keseimbangan namun ia tetap gigih dalam belajar berdiri. Proses belajar menulis juga memiliki kesamaan dengan seorang bayi yang baru belajar berjalan. Tak jarang saya menemui kesalahan-kesalahan kecil  dalam menapaki dunia penulisan. Jika saya melakukan berbagai kesalahan dalam proses menulis, saya selalu menyemangati diri saya dengan sebuah ungkapan yang pernah saya baca dalam sebuah buku berjudul ”Peace Of Mind” karangan Sandi MacGregor yang diterbitkan oleh gramedia, Jakarta. Dalam buku itu diutarakan bahwa:

”Tahukah Anda berapa banyak percobaan sebelum lampu pijar ditemukan? Lebih dari seratus ribu! Dan setelah itu Edison sebenarnya menemukan 5000 lampu pijar sebelum menyempurnakannya. Seorang reporter menanyakan kepadanya bagaimana ia bisa mengatasi begitu banyak kegagalan. Pada saat itu Edison dianggap sebagai seorang profesor yang aneh. Dan jawaban Edison adalah, ”itu bukanlah kegagalan. Saya baru saja menemukan 5000 cara yang salah untuk membuat lampu pijar”. Begitu dalam kebenaran-nya dan sangat positif bahasanya. Dengan kegagalannya. Ia menganggapnya sebagai batu loncatan menuju sukses”, (hal.76-77).

Akan ada banyak kesalahan-kesalahan, kejanggalan-kejanggalan, kegagalan-kegagalan yang menghampiri kehidupan kita. Namun ajaibnya Allah SWT selalu memberikan kesempatan kepada kita untuk melakukan perbaikan diri secara kontinyu sampai suatu saat kelak Allah SWT mengambil kembali apa yang telah dititipkannya kepada kita sebagai makhluk ciptaannya. Dan Allah SWT telah berjanji dalam Surat Cinta-Nya/ kitab suci Al-Qur’an yang terdapat dalam surat An-Najm (53): 24-25, Surat An-Najm (53): 39-45, dan Surat Asy-Syura (42): 36, antara lain:

  •  Dalam Surat An-Najm (53): 24-25, Allah SWT berfirman:
24. Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya?

25. (Tidak), maka hanya bagi Allah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia.

  •   Dilanjutkan dalam Surat An-Najm (53): 39-45, Allah SWT berfirman:
39. dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,

40. dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).

41. Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna,

42. dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu),

43. dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis,

44. dan bahwasanya Dialah yang mematikan dan menghidupkan,

45. dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita.

  •  Dalam Surat Asy-Syura (42): 36, Allah SWT berfirman :
36. Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal.

Ketika saya membaca beberapa potongan ayat di atas saya mulai merenung akan eksistensi sebuah penciptaan. Ayat-ayat tersebut seakan-akan memberikan jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang bercokol di kepala saya saat itu. Sampai saat ini pun ayat-ayat di atas tetap menjadi sebuah mata air inspirasi dan motivasi tersendiri buat saya dalam mengarungi lika-liku kehidupan ini. Ada saat kita diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk berada dipuncak kejayaan, namun suatu waktu Allah SWT meletakkan kita pada titik terendah agar kita mulai menyadari kelemahan-kelemahan yang ada pada diri kita sebagai makhluk ciptaan-Nya dalam pandangan Allah SWT.  

Sebagai contoh ketika saya mulai belajar menulis sebuah karya ilmiah yang sering disebut oleh orang-orang akademisi dengan sebutan ”Skripsi”. Sebelumnya saya cukup  tertarik dengan dunia akademisi, namun dari awal kuliah saya lebih sering memfokuskan diri untuk mencari nilai-nilai intergritas dalam diri dan bagi saya hal itu lebih berharga dibanding ketika saya mendapatkan nilai A pada bebepara mata kuliah. Bagi saya kuliah bukanlah hanya semata mencari nilai, namun ada hal yang lebih berharga untuk dikembangkan yaitu Ilmu dan aplikasi terhadap ilmu tersebut dalam dunia nyata untuk mengharapkan keridhoan Allah SWT, walaupun saya harus berjuang dibalik kerumunan orang-orang yang hanya menghargai nilai semata tanpa melihat dan menghargai proses pencapaian ilmu itu sendiri untuk mengharapkan keridhoan Allah SWT semata. Ada saatnya saya terjatuh dan memberanikan diri untuk bangkit kembali, jatuh lagi bangkit lagi, jatuh lagi bangkit lagi karena saya pernah membaca nilai-nilai yang di ajarkan oleh Konfusius bahwa: jika kita gagal, maka bangkitlah dua kali lebih banyak dari kegagalan kita. Nilai-nilai ini cukup mewarnai semangat saya dalam memfokuskan diri pada sebuah pencapaian.

Pada saat saya mulai melakukan penelitian dilapangan, ada banyak hal yang mulai saya pelajari dan bahkan ilmu yang saya dapatkan dilapangan lebih rill dari pada teori-teori yang saya pelajari di dunia akademisi. Saya tak mengatakan teori itu kurang bermanfaat namun justru dengan mempelajari teori-teori maka kita dengan lebih mudah mulai belajar mengaplikasikan teori tersebut dalam kehidupan rill serta belajar mengklasifikasikan setiap kasus-kasus yang ada dilapangan berdasarkan keilmuan yang kita miliki, serta berusaha mencari solusi dari setiap permasalahan yang kita temui.

Pada saat melakukan penelitian saya cukup bersemangat dalam mengumpulkan data-data dilapangan, namun   maaf  ketika saya dihadapkan pada sebuah proses penulisan saya mulai bertanya dalam hati ”Ya Allah apakah saya memiliki bakat dalam menulis?” tak jarang saya mengalami kendala ketika saya berhadapan dengan Lap Top yang masih menggunakan aplikasi microsoft word 2003 dan ketika melihat lembaran putih yang masih kosong, terkadang saya hanya mampu menulis satu paragraf dalam waktu satu jam...(Oh My God, How Foolish I am in Your Eyes). Saya mulai bertanya pada diri saya sendiri, apa yang salah pada saya selama ini dalam bidang penulisan? Tiba-tiba saya teringat akan perkataan Pak Taufiq Ismail yang pada tanggal 19/8 beberapa tahun silam, beliau pernah menjadi salah seorang nara sumber dalam rangka memperingati hari kelahiran tokoh nasional Muhammad Hatta di UNAND. Pada saat itu Pak Taufiq Ismail berkata bahwa para calon-calon akademisi saat ini banyak dari meraka yang ”rabun membaca, lumpuh menulis”. Saya mulai mencerna kata-kata itu satu persatu dan mulai bertanya pada diri sendiri, ”Saya cukup melek membaca, namun maaf saya akui kalau saya juga cukup lumpuh dalam menulis”. Sebanyak apapun seminar yang saya ikuti dalam dunia penulisan tetap belum mampu menggerakkan hati saya untuk menyelami dunia penulisan. Sampai akhirnya tibalah saatnya saya dihadapkan dalam sistem akademisi yang mewajibkan setiap mahasiswa akhir untuk menulis sebuah karya ilmiah. Karya ilmiah yang bernama ”skripsi” tersebut menjadikan sebuah momentum untuk memaksa saya agar mengeluarkan seluruh potensi yang pernah saya pelajari dalam bidang keilmuan yang saya geluti dan terendap dalam software ingatan selama ini. Dalam sebuah proses pembelajaran tersebut saya baru mulai menyadari bahwa sekecil apapun karya tulis patut untuk dihargai selagi karya tersebut bermanfaat dan mengandung kemaslahatan bagi banyak orang. 

Suatu ketika saya berkesempatan berdiskusi dengan seorang dosen antropologi bernama Pak Bambang Rudito, beliau cukup aktif dalam melahirkan karya-karya tulis dalam bidang ilmu sosial. Suatu kali beliau berkelakar ”kebanyakan mahasiswa S1, S2, atau S3 terkadang hanya menghasilkan karya pada saat ujian akhir saja setelah menyelesaikan program studi tersebut mereka pun sudah tidak berkarya lagi”, ketika mendengarkan perkataan tersebut, saya pun mulai membenarkan dalam hati ”benar juga ya, apakah saya termasuk salah satu bagian dari mereka? Yang setelah menamatkan program studi S1 kemudian berhenti berkarya dalam bidang penulisan (semoga tidak)”. Bagi saya ilmu yang saya dapatkan pada saat menyelesaikan program studi S1 amat lah sedikit, dan saya menyadari sesadar-sadarnya bahwa di atas langit masih ada langit dan hal tersebut menjadi sebuah motivasi tersendiri bagi saya untuk selalu melakukan perbaikan terus-menerus dan memberikan yang terbaik bagi kehidupan yang dianugerahkan oleh Allah SWT ini.

Entah kenapa beberapa bulan belakangan ini saya mulai tertarik dalam bidang penulisan mungkin karena sebuah kondisi yang memaksakan diri saya agar kembali berkarya dalam bidang penulisan. Seperti halnya sebuah sistem akademisi yang memaksa mahasiswa untuk berkarya diakhir masa studinya demi membekukan keilmuan yang telah mereka peroleh selama beberapa tahun menempa diri dalam menggali potensi. Namun untuk kali ini paksaan itu bukanlah datang dari luar namun dari dalam diri saya sendiri yang mulai menyadari akan pentingnya membekukan sebuah kenangan, pengalaman-pengalaman, ilmu-ilmu yang pernah diperoleh, dan lain sebagainya. Karena dari sebuah karya tulis, kita tak pernah tahu pada titik mana para pembaca akan tersentuh dari setiap karya tulis yang kita hasilkan. Mungkin dari setiap karya-karya tulis yang pernah saya baca, baik di dunia nyata berupa Kitab suci Al-Qur’an, buku-buku, novel-novel, koran-koran, majalah-majalah, tabloid-tabloid, dll... atau artikel-artikel dan catatan-catatan inspiratif di dunia maya, tak semuanya terserap dengan baik dalam software ingatan yang memiliki keterbatasan ini, namun dari proses membaca karya-karya inspiratif tersebut mulai memberikan efek positif dalam melakukan perubahan pada paradigma berfikir kita yang selama ini selalu membutuhkan up-grade dari bacaan-bacaan yang mencerahkan paradigma berfikir kita baik dari ilmu-ilmu, kisah-kisah, pengalaman-pengalaman, dsb... yang menyentuh hati dan memberikan oase kesegaran pada si pembaca yang melakukan interaksi dengan bacaan-bacaan yang lahir dari buah karya penulis-penulis yang ikhlas dalam berbagi ilmu yang bermanfaat bagi kemaslahatan orang banyak. Karena menurut saya ketika Allah SWT telah menitipkan ilmu kepada kita melalui usaha yang kita peroleh dalam menuntut ilmu maka hal itu merupakan tanggung jawab moril buat kita untuk menyebarkan ilmu yang dititipkan oleh Allah SWT tersebut kepada kita agar manfaat dari keilmuan yang kita miliki itu dapat dirasakan berkahnya oleh banyak orang.

Bahkan tak sedikit keterangan-keterangan yang di dapat, baik dalam Al-Qur’an maupun Hadits yang mengandung motivasi dan hikmah bagi para penuntut ilmu.

Salah satu ayat yang terdapat dalam kitab suci Al-Qur’an tentang keistimewaan orang-orang yang beriman dan berilmu terdapat pada surat Al-Mujaadilah [58]: 11, Allah SWT berfirman:

11. Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: ”Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: ”Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dalam beberapa hadits Nabi Muhammad SWT juga pernah Bersabda, bahwa:

1. Abu Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda, ”Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu pengetahuan, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” HR.Muslim.

2. Abu Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda, ”Barangsiapa yang mengajak orang kepada suatu jalan yang baik, maka ia mendapat pahala sebanyak pahala pengikutnya dengan tiada mengurangi sedikit pun dari pahala mereka sendiri.” HR. Muslim.

Bahwa Rasulullah saw. Bersabda, ”jika seorang manusia mati, maka terputuslah amal usahanya sendiri kecuali tiga perkara: sedekah yang berjalan terus. Ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan anak yang shalih yang selalu mendo’akan padanya.” HR. Muslim.

3. Anas ra. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Barangsiapa yang keluar untuk menuntut ilmu maka ia berjuang fisabilillah hingga kembali.” HR. At Tirmidzi.

4. Abu Darda’ra. mendengar bahwa rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa yang melalui suatu jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. Para malaikat selalu meletakkan sayapnya menaungi para pelajar karena senang terhadap perbuatan mereka. Dan orang berilmu dimintakan ampunan oleh penghuni langit dan bumi, serta ikan-ikan di dalam air. Kelebihan seorang berilmu atas ahli ibadah bagaikan kelebihan sinar bulan atas bintang-bintang lain. Sesungguhnya para guru adalah sebagai pewaris nabi. Sesungguhnya nabi tidak mewariskan uang dinar atau dirham. Hanya mewariskan ilmu agama. Barangsiapa yang telah mendapatkannya berarti telah mengambil bagian yang besar.”HR. Abu Daud dan At Tirmidzi.

5. Abdullah bin Amru bin Al Ash ra. berkata: Aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ”Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu pengetahuan dari orang-orang begitu saja, tapi akan mencabutnya dengan matinya orang-orang alim, hingga apabila telah habis orang-orang alim maka orang-orang akan mengangkat orang-orang bodoh untuk memimpin mereka, maka jika ditanya: Akan memberikan fatwanya tidak berdasarkan ilmu pengetahuan (akan menjawab dengan kebodohan) hingga sesat dan menyesatkan.” HR. Bukhari dan Muslim.

Dikutip dari: Riyadush Shalihin, yang diterjemahkan oleh Abu Fajar Al-Qalami & Abdul  Wahid Al Banjary, Penerbit Gitamedia Press, 2004.

Kutipan ayat maupun hadits di atas bisa menjadi satu perenungan bersama bagi kita bahwa Allah SWT sangat memuliakan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang menuntut ilmu dan menempatkan mereka pada posisi yang lebih tinggi beberapa derajat.

Semoga tulisan ini bisa memberikan inspirasi tersendiri bagi kita untuk senantiasa memotivasi diri ke arah yang lebih baik ke depannya. Tak ada satupun orang yang bisa memotivasi Anda jika Anda menutup diri dari ilmu pengetahuan, namun Anda lah yang bisa dan bertanggung jawab sepenuhnya memotivasi diri Anda jika Anda membuka diri pada perubahan yang merupakan sebuah keniscayaan, tentunya perubahan kearah yang lebih baik, Aamiiin... :)  

*****

Renungan:
Hidup akan selalu berputar mengikuti roda zaman. Dan kita merupakan partikel-partikel kecil yang menjadi bagian dari ke-Maha Dahsyatan Penciptaan Allah SWT yang Maha Kuasa dalam menciptakan apa-apa yang dikehendaki-Nya, Subhanallah. -Rahmi Chitra Saumy-


Bukittinggi, Senin 3/1/2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar