Selasa, 14 Desember 2010

Kaum Perempuan Perubah Peradaban

By : Neno Warisman


Bismillahirrahmaanirrahiim...

36 tahun sudah aku menjadi perempuan

Baik dulu, sebagai anak… perempuan,
Lalu menjadi seorang gadis… masih perempuan,
Lalu berani memutuskan menjadi istri… juga perempuan…

Hingga ku menjadi ibu saat ini aku masih tetap perempuan,
Dan akan selamanya jadi perempuan

36 tahun sudah aku menjadi perempuan

Selama masa hidup yang panjang itu
Lama baru kusadari betapa sulitnya ternyata menjadi anak perempuan dulu itu
Dan lebih sulit lagi menjadi istri yang telah kujalani sekian tahun ke sini
Dan yang tersulit dari itu... ketika lahir anak-anak... dan aku di panggil:
IBU!

Menjadi ibu dan dipanggil ibu
Sebab ada anak-anak yang lahir dan tumbuh besar semakin besar
Di kedua lingkar tangan dan mata ini;
Menjadi ibu dan dipanggil ibu
Lantaran terminal akhir dari perjalanan hidup dan kehidupan
Perempuan;
Menjadi ibu semesta alam karena itulah puncak karir kehidupan

Begitulah aku selalu diajarkan

Tapi oiii… alangkah sulitnya jadi kaum perempuan
Beban jadi orang perempuan ini beraneka ragam
Bukan hanya soal melahirkan, menjaga kesucian, atau harus ikut cari makan,
dan bahkan diserahi tanggung jawab pendidikan, tapi yang lebih lagi begini:
Para lelaki yang kami cintai
Sampai hari ini masih juga belum mengerti si tulang-rusuk ambilan ini
Membutuhkan kawan berbagi

Apa yang sudah diperjuangkan Ibu Kartini di negeri ini sering ditafsirkan
Seenaknya sendiri
Lebih dari 100 juta kita, kaum perempuan di negeri ini
Tidak benar-benar mengerti makna emansipasi
Dan mengapa kita perempuan yang musti mengubah peradaban ini?

Jika laki-laki memutuskan dengan akalnya,
Perempuanlah yang menggenapkan dengan hatinya
Jika laki-laki memandang dengan matanya, perempuanlah yang
Mengantarkannya pada jiwa
Bukankah keadilan Tuhan sesungguhnya telah nyata
Segala yang diciptakan saling berpasangan, saling melengkapkan, begitu seharusnya

Tak ada menang dan kalah dalam pengabdian ini,
Tak boleh menafsirkan harmonisasi jadi emansipasi,
Karena itulah izinkan aku berkata sejujurnya
Bahwa engkau, aku dan 100 juta lebih kaum perempuan di negeri ini
Bersama kaum lelaki kita akan mampu memimpin negeri ini
Kembali berdiri

Jika kita mensyukuri keelokan budayanya
Kaum lelaki adil membagi kekayaan alamnya
Jika kita menjaga keindahan tata kehidupannya,
Kaum lelaki mendahulukan akhlak bangsa
Hingga negeri ini bangkit kembali pun tanpa gerakan-gerakan kesetaraan
Segala macam sekalipun
Bisa hanya dengan sangat sederhana di rumah-rumah kita!
Dari diri kita, para ibu, para istri, perempuan dewasa, dan gadis remaja dan
Bahkan anak-anak perempuan kita

Kita mampu membawa obor perubahan dalam diri kita
Bawa masyarakat ini dari kegelapan menuju cahaya!
Cahaya peradaban baru!
Peradaban yang nyaman meski hidup dalam perbedaan,
Mulia dalam perilaku dalam tantangan,
Dan sejahtera luar dalam bagi penduduk darat dan lautan

Kini kukatakan padamu
Wahai kaumku, di tangan kitalah bola ditawarkan!
Bawa bangsa ini keluar dari kegelapan
Tegakkan bahumu, kuatkan kedua kaki, dalam keputusanmu,
Nasib bangsa ini dititipi, berdirilah engkau di rumah-rumahmu, dan biarkan
Hati nurani memimpinmu

Lihatlah semua kelalaian akan waktu
Tumpukan pekerjaan dan keluhan yang menghabiskan setiap detik hidupmu
Membuat anak-anak tak lurus menyebutkan nama Tuhanmu,
Tidakkah kita malu?

Dua buku warisan penyelamat hidup kau biarkan menjadi debu
Bagaimana anak-anak kita bisa mencintai Tuhannya, sedang kita sibuk
Luar biasa?


Bagaimana anak kita bisa mencintai Rasul-Nya, sedang kita sendiri juga
Belum mengenalnya?

Maka dengarkan suara yang terdalam dalam sujud tengah malam
Pandanglah dirimu dari pancaran air yang hina, kini berubah menjadi
Pengingkar yang nyata
Ketika nama Tuhan tak lagi menggetarkan jiwa...

Maka marilah, kau dan aku, selenggarakan lagi rumah tangga ini
Kau boleh bekerja, tapi jangan kau lupa para lelakimu, ajaklah duduk
Merendah
Istiqomah kembali pada aturan Allah,
Dan buatlah dirimu mengerti jika kita terbang terlalu tinggi, anak-anak
Hanya akan dididik televisi
Dan janganlah menyangka seolah sia-sia pelajaran sekolah jika kita tak
Keluar rumah
Minnadzulumati illa nuur, Minnadzulimati illa nuur, Minnadzulimati illa
nuur
Inilah yang mengilhami Kartini; berangkat hijrah dari kegelapan menuju
cahaya
Cahaya peradaban baru. Peradaban mengikuti aturan Tuhan yang satu.
Tidak dua, tidak tiga. Satu! AHAD! AHAD!
Dan suatu hari di masa depan nanti, aku rindu mendengar ini
Dari mulut-mulut dan hati para perempuan yang kucintai:

”Fabiayyi alaa irabbikumaa tukazzibaan!”

Alangkah banyak Nikmat-Nya yang tak dapat kita, kaum perempuan,
Dustakan!


VERSI PERTAMA 2000

*****

Saya mengutip tulisan ini dari sebuah buku karya Bunda Neno Warisman, yang berjudul "Izinkan Aku Bertutur", terbitan Syaamil.
Bunda Izinkan Aku men-share hasil buah fikir Bunda yang...Subhanallah,sangat menggugah jiwa. sebuah karya yang mengalir deras, desar, deras,...yang tercelupi oleh nilai-nilai Islami dan berasal dari hati nurani seorang perempuan cerdas (selalu mengambil hikmah dari setiap peristiwa-peristiwa yang menghampiri kehidupan seiring silih bergantinya zaman...)

Ya Allah,Izinkan suatu saat saya bertemu dengan seorang Bunda Neno Warisaman di Waktu yang tepat dan tempat yang tepat,agar kelak saya bisa mewariskan kebijaksanaannya, menelusuri keimanannya, meneladani kebaikannya, dan memberikan ispirasi tersendiri buat saya dan Anda untuk mempelajari kekreatifan dan keuletannya dalam menundukkan setiap kata-kata yang terlahir dari hati nurani yang kejernihannya yang dituntun oleh Al-Qur'an & Sunnah, Aamiiin Ya Rabbal'alamiin...:)



Bukittinggi, selasa...14/12/2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar