Bismillah...
Setujukah Anda bahwa: Jurnalisme adalah karya sastra yang terburu-buru?
Pertama kali saya menemukan istilah ini ketika melihat sebuah film yang dibintangi oleh Julia Robert. Pada saat itu ia memiliki seorang teman laki-laki yang berprofesi sebagai jurnalis/wartawan. Ia bertugas mencari berita yang up to date, mewawancarai pihak yang bersangkutan, dan menulis berita serta mempublikasikannya ke sebuah media massa. Pada saat ia mewawancarai seorang nara sumber disebuah kafe, pada saat itulah ia mengatakan bahwa, "Jurnalisme adalah karya sastra yang terburu-buru". Awalnya saya berpikir sejenak tentang salah satu ungkapan ini, namun setelah dipikir-pikir, ternyata ada benarnya juga.
Saya tak terlalu mengenal hal-hal yang berhubungan dengan dunia jurnalisme, namun menurut sekilas pandang, terkadang para wartawan hanya berusaha mencari berita-berita yang sebenarnya merupakan realita biasa dalam kehidupan. Namun, pemberitaannya terkadang terkesan terlalu mendramatisir agar terkesan sensasional (hidup ini biasa-biasa saja lah, Be Optimis dan hadapi hidup dengan senyuman, Insya Allah...).
Saya yakin ada banyak jurnalis yang masih memegang teguh nilai-nilai kejujuran dan meliput berita untuk memberikan pencerdasan dan pencerahan pada masyarakat, namun tak tertutup kemungkinan beberapa dari mereka ada yang hanya berusaha kejar tayang karena dibatasi oleh satu kata yang bernama "deadline", maksudnya saat terakhir batas waktu memasukkan berita. Dan ada banyak faktor yang menyebabkan jurnalisme kehilangan nilai-nilai kejernihannya sebagai mercusuar yang menerangi dan menjadi petunjuk jalan bagi masyarakat, bisa jadi karena ditunggangi oleh kekuasaan, politik, pihak-pihak kepentingan dan lain-lain.
Bagi para pembaca yang hoby meliput berita, baik dari media masa maupun media elektronik pintar-pintarlah memilih mana berita yang layak dikonsumsi dan mana yang tak layak dikonsumsi. Karena in put (masukan) positif dan negatif itu berlomba-lomba setiap harinya menghampiri kita. Jika ingin memiliki pikiran yang positif ( Positive Thinking), maka perbanyaklah memasukan in put (masukan) positif pada pikiran kita, baik dengan membaca kitab suci Al-Qur'anul Karim, buku-buku yang bermuatan nilai-nilai positif, mendengarkan kaset-kaset berisikan motivasi atau tausiyah keagamaan dari Ustadz yang kredibel dan capable dibidangnya, melihat film-film dokumenter yang menyingkap tentang hal-hal yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, dan bergaullah dengan orang-orang shaleh serta memiliki ilmu pengetahuan, agar kita bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena selayaknyalah jika Allah SWT memberikan kita nikmat berupa kelebihan ilmu, maka seharusnya ilmu itulah yang memaksa kita untuk mencari nilai-nilai kebenaran dan kebaikan dan menyadari akan kebesaran Allah SWT yang terdapat alam semesta ini. Dan Ke- Maha Besaran Allah SWT bisa dibaca/dilihat dari tanda-tanda keajaiban penciptaan alam semesta yang Maha Sempurna ini.
Sehebat-hebat manusia, belum ada satupun manusia yang mampu menciptakan seekor semut sekalipun dan ia pun tak mampu memprediksi tentang kehidupan dan berpulangnya ia ke Rahmatullah (Sang Maha Pencipta Alam Semesta).
Firman Allah:
"Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan seekor nyamuk atau yang lebih kecil dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, mereka tahu bahwa itu kebenaran dari Tuhan. Tetapi mereka yang kafir berkata: "Apa maksud Allah dengan perumpamaan ini? "Dengan (perumpamaan) itu banyak orang yang dibiarkan-Nya sesat, dan dengan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Tetapi tidak ada yang Dia sesatkan dengan (perumpamaan) itu selain orang-orang yang fasik." (QS. Al-Baqarah [2]: 26)
"Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba, sekiranya mereka mengetahui. " (QS. Al-'Ankabuut [29]: 41)
Wallahu'alam bisawab...
*****
Subhanallah...
Walhamdulillah...
Wala illa ha illallah...
Wallahu akbar...
HAMASAH...
Bukittinggi, 8/2/2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar